Media Studies

Minggu, 01 Desember 2013

The Last Meeting




Media dan Representasi Kekerasan


     Pada pertemuan kali ini membahas mengenai bagaimana kita merepresentasikan tindakan kekerasan yang banyak terjadi disekitar kita.

     Pasti banyak yang sudah mengetahui mengenai penembakan yang terjadi di Columbian High School. yang merupakan kasus penyerangan yang terjadi di Colorado, 20 April 1999. Yang ternyata pelakunya adalah siswa tahun terakhir disekolah tersebut yang bernama Eric Harris dan Dylan Kleybold. Tanpa diduga-duga kejadian ini telah mereka rancang sedemikianrupa sampai menggunakan bom yang mereka letakan disekelilig sekolah untuk mengalihkan perhatian guru dan juga staff yang bekerja disekolah. Setelah bom meledak dan perhatian menuju kepada bom tersebut mulailah mereka menjalankan aksi penembakan mereka yang menyebabkan 12 orang meninggal dan 24 orang lainnya luka-luka. Setelah aksi keji yang mereka lakukan kemudian mereka membunuh diri mereka sendiri.

     Kejadian ini menyebabkan banyak pertebatan karena daerah Colorado yang merupakan tempat yang memiliki angka kriminalitas dan kejahatan yang rendah malah terjadi hal tersebut sehingga harus mengundang pasukan FBI kesekolah itu.

     Salah satu yang perdebatan yang timbul saat itu adalah mengenai media. Apakah semua hal yang terjadi saat itu karena media yang dengan mudahnya mengekspose hal-hal yang berbau kekerasan.

Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta sebagai berikut :

1. Keduanya merupakan penggemar video games seperti Doom dan Wolfstein 3D yang penuh dengan kekerasan.

2. Mengidentifikasikan diri mereka dengan subkultur goth, yang dekat dengan kepercayaan satanisme.

3. Banyak media yang mengatakan bahwa mereka dipengaruhi oleh Marilyn Manson (meski tidak ada bukti yang kuat).

     Setelah itu ada kasus kedua mengenai pembunuhan James Bulger yang merupakan anak asal Inggris yang meninggal diusia 2 tahun. Anak ini dibunuh setelah dianiaya dengan keji oleh anak berusia 11 tahun yang bernama Robert Thomson dan Jon Venables. Bulger dianiaya setelah diculik dari ayahnya disupermarket setempat. Setelah beberapa hari kemudia baru ditemukan didekat rel kereta dengan bekas luka yang sangat tidak wajar dan keji. Banyak sekali pers dari Inggris yang menyalahkan film horror Child's play yang banyak mengandung adegan kejam. Hal ini dikarenakan bekas luka yang ditemukan ditubuh bayi malang itu hampir menyerupai bekas luka dari kekerasan yang terjadi difilm itu.

    Karena banyaknya kasus kekerasan dikalangan anak-anak, dilakukan Studi Feshbach and Singer (1971). Mereka melakukan studi ini di sel tahanan anak-anak laki-laki. Mereka memisahkan para narapidana anak ini menjadi dua bagian, sebagian diberikan tontonan yang penuh kekerasan dan sebagian lagi sebaliknya.

     Dari studi itu muncullah hasil yang diluar perkiraan. Anak-anak yang terus menerus diberikan film yang penuh kekerasan malah tidak berperilaku agresif, dan sebaliknya anak yang tidak diberikan film kesukaan mereka malah berperilaku agresif dikarenakan mereka yang merasa diri mereka dihukum sehingga muncul rasa bosan dan frustasi.

     Seperti pada Teori Pressure Cooker yang mengatakan bahwa frustasi akan menyebabkan kemarahan, dan jika rasa itu tidak dilepaskan akan menumpuk dalam kemarahan yang agresif.

Ada beberapa tipe orang setelah mengkonsumsi hal-hal yang berbau kekerasan.

1. Desensitizasi
Menyaksikan kekerasan secara berulang-ulang sehingga menyebabkan sensitifitas terhadap kekerasan sehingga memungkinkan bagi orang tersebut untuk mensahkan segala seusatu yang berbau kekerasan.

2. Efek Korban
Berbanding terbalik dengan hal diatas saat semakin banyak iya mengkonsumsi siaran kekerasan maka akan menyebabkan semakin ketakutan
Ada beberapa tipe orang yang takut untuk melihat adegan kekerasan didalam film karena berbagai sebab, hal ini menyebabkan ketika mereka harus melihat siaran itu makan akan semakin takutlah diri mereka akan kekerasan itu sendiri.

3. Efek Agresor
Semakin banyak orang mengkonsumsi siaran kekerasan maka orang itu akan menjadi agresif.
Berbeda dengan diatas, orang tipe ini mungkin mudah terpengaruh dan terpicu saat melihat siaran yang berbau kekerasan sehingga membuatnya menjadi agresif.

4. Efek saksi
Semakin banyak orang mengkonsumsi siaran kekerasan maka akan semakin berkurang tingkat kepeduliannya.
Ketika orang tersebut sudah terbiasa dengan siaran yang menampilkan kekerasan maka perasaan atau emosional dia akan menjadi lebih kebal sehingga tingkat kepedulian terhadap orang lain disekitarnya akan menurun.

Guy Debord
"1931-1994"

    Ia merupakan pembuat film, penyair dan penulis dijamannya. Selain itu juga beliau merupakan pemimpin kelompok Situationist International yang menyulut peristiwa 1968 di Paris. Dan juga menulis buku yang berjudul "Society of the Spectacle" (1967) yang menjadi katalisator.

"Yang disebut tontonan (spectacle) bukan hanya kumpulan citraan, melainkan sebuah hubungan sosial antara orang yang dimediasi (diperantarai) oleh citraan."

Masyarakat Tontonan

  • Media massa berperan menjadikan dunia nyata sebagai kumpulan dari citraan-citraan yang bersifat hipnotik.
  • Dalam pola mengkonsumsi citraan tersebut, terbentuklah rasa alienasi atau keterasingan.
  • Dalam sebuah 'masyarakat tontonan', tidak ada hubungan antar manusia yang riil.


Jean Baudrillard

    Merupakan Filsuf dan teoris kebudayaan (1929-2007). Ia adalah anak dari pegawai sipil dan peternak. Belajar bahasa dan sastra Jerman di Sorbonne. Berkarir sebagai akademisi di bidang sosiologi di Perancis, dan terkenal untuk penjelasannya mengenai postmodernisme dan poststrukturalisme.



Simulacra dan Simulations (1981)

Hiper-realita : suatu 'realita' atau kenyataan yang dibuat lewat bermacam simulacra dan simulasi.

Simulakra : tiruan yang menggambarkan hal-hal yang tidak punya realita pada awalnya, atau hal yang tidak lagi memiliki asal-usul.

Simulasi : imitasi cara kerja dunia nyata.

    Bisa kita lihat dari tempat bermain anak-anak yang diciptakan diberbagai tempat misalnya disneyland. Masih banyak orang dewasa yang memelihara sifat kekanak-kanakannya untuk imaginasi-imaginasi mereka yang muncul ketika memasuki tempat yang berisikan simulasi dan simulakra.












Rabu, 27 November 2013

The Seventh Meeting

Media dan Subkultur

Pada pembahasan minggu ini, media dan subkultur berkaitan erat dengan pembahasan sebelumnya yaitu "representasi" (bagaimana media mengkonstruk suatu realita) dan "kekuasaan" (persoalan mengenai kepentingan dan pengaturan yang terjadi dalam praktik media).

Subkultur
M. Brake '1985

"Berbagai sistem makna, bentuk ekspresi, atau gaya hidup yang dikembangkan oleh kelompok dalam posisi struktur subordinat ketika menggapai sistem-sistem makna yang dominan."

Generasi Muda dan Subkultur
Dick Hebdige

Beliau merupakan sosiolog dan teoritikus kajian media asal Inggris yang menulis buku penting tentang subkultur berjudul Subkulture : The Meaning of Style pada tahun 1979. 

Dalam buku ini beliau mengatakan bahwa subkultur menentang ideologi dominan, hagemoni, dan norma-norma sosial melalui bentuk-bentuk resistensi yang simbolik. 

"Gaya" dikonstruk melalui kombinasi antara pakaian, musik, makeup, dan sikap terhadap narkotika. 

Menekankan konteks sejarah, sosioekonomis, kelas, ras, dan media massa untuk tiap subkultur.


Identitas dan Gaya

Brake (1985) mendefinisikan gaya sebagai :

Citra busana, rambut, tata rias.
Sikap perilaku non verbal.
Dialeg bahasa yang digunakan.

Interaksi simbolik

Interaksi merupakan bagaimana anggota kelompok membangun hubungan antara satu sama lain.

Simbolik memiliki makna dan artian bagaimana menjadikan atau membawakan diri kita dalam kelompok tersebut.

media membantu pembentukan citra diri / self-image


Media dan Budaya Komoditas

1. Generasi muda diundang untuk mengkonsumsi
Sekarang ini anak sudah dimasuki oleh media-media dalam bentuk apapun itu. Sehingga ketika beranjak dewasa dan menjadi generasi muda tidak heran jika mereka mengenal banyak sekali produk apalagi ketika memasuki sebuah komoditas yang dirasa cocok dengan kepribadian dirinya maka secara tidak langsung mereka diundang untuk mengkonsumsi.

2. Generasi muda adalah pasar
Seperti yang saya bahas tadi, komoditas yang memiliki orang didalamnya merupakan suatu segmentasi bagi pasar. Misalnya bagi pecinta music rock, mereka merupakan pasar bagi komoditas itu sendiri.


Enkoding / Dekoding
Stuart Hall


Beliau merupakan ahli kajian media yang berasal dari Inggris.

Beliau juga menulis sebuah essay mengenai enkoding atau dekoding pada tahun 1973.

Birmingham School of Cultural Studies adalah sekolah yang beliau dirikan.



  • Konsumen media diberikan pesan-pesan yang diinterpresentasikan dalam cara-cara yang berbeda, sesuai dengan latar belakang kultural seseorang, kapasitas ekonominya, dan pengalaman pribadinya.


  • Pemirsa memiliki peran aktif dalam menginterpresentasikan pesan-pesan yang dimiliki media sesuai dengan konteks sosial mereka, dan memiliki kemampuan untuk mengubah pesan-pesan tersebut.


Kamis, 14 November 2013

The Sixth Meeting

Pada pertemuan kali ini kelas kajian media membahas tentang "representasi", mungkin buat kalian udah banyak atau sering denger kata ini, tapi mungkin juga banyak yang belum paham betul mengenai hal ini, pada tulisan ini saya akan mencoba untuk membahas hal ini.

Pada umumnya representasi merupakan deskripsi atas orang-orang yang membantu memperjelas kekhasan kelompok tertentu. Nahh, untuk memperjelasnya saya akan mencoba membahas dari siapa dan dari mana representasi tersebut berasal, kemudian siapa siapa saja yang diuntungkan atau dirugikan dari representasi tersebut, dan yang terakhir apakah orang-orang yang berbeda melihat representasi yang sama dengan cara yang berbeda-beda.

Sebuah representasi ternyata merupakan gabungan dari : hal atau peristiwa itu sendiri, pendapat orang yang membuat representasi tersebut, reaksi orang terhadap representasi tersebut, dan yang terakhir adalah konteks masyarakat dimana representasi tersebut sedang terjadi.

Representasi dan Makna, kedua hal ini menjadi berhubungan karena sebuah representasi merupakan buah pikir yang memiliki suatu makna tertentu, bisa kita lihat dari bagai mana masyarakat yang sedang berorasi untuk memperjuangkan apa yang diinginkan, hal ini menunjukan representasi yang dimiliki oleh masyarakat itu, dan tentu memiliki makna yang ingin dimengerti oleh orang lain.

"Representasi sebagai ungkapan ideologi"
Louis Althusser

Representasi dan Konteks Budaya, hal ini tidak jauh berbeda dengan yang lainnya, karena setiap konteks selalu ada hal" yang bisa kita representasikan.

Jakarta? Rio de Janeiro?
como vamos dizer não às drogas
bagaimana kita menyampaikan kampanye anti narkoba



Banyak sekali masalah yang sudah ada ketika anda membicarakan tentang narkoba, yang merupakan narkotika dan obat-obatan terlarang. Mulai dari penyebaran narkoba, bandar-bandar narkoba yang tersebar diseluruh dunia tanpa terkecuali, munculnya pecandu-pecandu baru mulai dari masyarakat usia muda, meningkatnya angka kejahatan yang diakibatkan karena benda tersebut, hilangnya nyawa orang-orang disekililing kita karena benda tersebut, dan masih banyak lagi.

Untuk itu diberbagai daerah yang memiliki angka pecandu narkoba yang tinggi banyak sekali melakukan kegiatan kampanye yang dilakukan oleh masyarakat dari kalangan manapun dengan tujuan berkurangnya para pecandu benda tersebut. Kegiatan seperti ini dilakukan oleh banyak pihak, misalnya kaum pelajar atau mahasiswa, organisasi masyarakat, atau sekumpulan dokter atau komunitas tertentu yang menyadari akan berbahayanya narkoba itu sendiri.

Dari kegiatan-kegiatan yang ada, kita bisa melihat bahwa orang-orang yang melakukan hal itu memiliki tujuan yang sama yaitu berkurangnya angka pecandu narkoba. Akan tetapi jika kita perhatikan dengan baik, tiap-tiap masyarakat dari kalangan manapun selalu memiliki cara-cara yang berbeda untuk menyampaikannya, mulai dari pendekatannya, medianya, target audiensnya, kelas sosialnya, aspek religinya, selalu ada hal-hal yang membedakan dari kampanya yang satu dengan kampanye yang lainnya. Hal ini menunjukan perbedaan bagaimana masyarakat merepresentasikan maksud dan tujuan mereka.

Pada khasus ini saya memberi contoh dari negara kita sendiri Indonesia dan negara dari Benua America yaitu Brazil. Mereka sama-sama memiliki kota besar yang dihuni oleh banyak lapisan masyarakat, mulai dari kelas sosial bawah, menengah hingga atas. Misalnya saja Jakarta yang merupakan ibu kota, disini semua masyarakat dari berbagai lapisan berkumpul menjadi satu didaerah ini sehingga narkoba tersebut dengan mudahnya bisa menyebar, hal ini tidak jauh berbeda dengan Rio De Janeiro yang memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Hal ini mendorong sebagian masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial atau kampanye anti narkoba. Namun bagaimana mereka menyampaikannya, akan saya bahas disini.




Ini merupakan beberapa gambaran mengenai poster kampanye anti narkoba yang tersebar dinegara kita terutama Jakarta yang merupakan kota besar. Dari cara penyampaian yang dilakukan mereka banyak fokus kepada generasi-generasi muda penerus bangsa yang mental dan psikisnya masih labil akan masalah-masalah dunia yang mereka alami. Dengan penggambaran atau illustrasi yang menyeramkan diharapkan bisa membuat efek takut kepada orang-orang yang mau atau sudah mengkonsumsinya, hal ini terlihat dengan adanya tagline-tagline yang mengaitkan pecandu dengan kematian. Tidak sedikit juga yang memberikan penggambaran yang terang-terangan memperlihatkan obat-obatan yang dimaksud untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Dari pengamatan yang saya lakukan, poster-poster ini dibuat karena negara kita yang merupakan negara dengan 5 agama dan tingkat kereligiusan masyarakat yang dirasa cukup tinggi tentu image-image yang ditampilkan pada setiap poster bisa membuat efek takut atau jera kepada sipecandu tersebut.





Kota yang memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi ini berbeda jauh dengan negara kita, tentu dari lifestyle yang kebarat-baratan tidak bisa kita samakan dengan norma timur yang sudah melekat kuat didiri kita sejak lahir. Dikota ini banyak sekali kelompok kepolisian yang bersifat tegas kepada setiap pelanggarnya. (contoh : http://news.detik.com/read/2010/11/29/143021/1504827/10/brazil-klaim-menang-lawan-geng-narkoba-di-rio-de-janeiro) Hal ini membuat poster kampanye dikota ini lebih simple karena tanpa pendekatan religius melainkan dengan memberikan peringatan kepada siapa saja yang berhubungan dengan narkoba tersebut. Disini bisa dilihat dari peringatan bahayanya narkoba hingga bahaya apa yang akan dilakukan tegas kepada setiap pelanggar. Untuk konteks audiens tidak ada penekanan khusus karena kota ini merupakan kota padat penduduk tanpa fasilitas kota yang baik dan tingginya angka kriminalitas. Walaupun banyak yang mendukung kampanye-kampanye seperti ini di Rio De Janeiro namun hal itu tidak memberikan banyak bantuan, itulah mengapa disini kegiatan kepolisian banyak dibutuhkan ketimbang gerakan-gerakan lain dengan tujuan yang sama.


Dari kedua khasus tersebut bisa kita liat bahwa dengan tujuan yang samapun tidak berarti cara yang digunakan akan sama. Semua bergantung dari masalahnya apa, dimana, kapan, mengapa, dan banyak lagi yang menyebabkan berbedanya penyampaian dari setiap orang. Apa yang dilakukan kedua kota tersebut menunjukan bagaimana pendekatan yang dilakukan merupakan yang paling merepresentasikan  pandangan serta ideologi mereka.


Rabu, 06 November 2013

The Fifth Meeting

MEDIA MASA


Ideologi

  • Ide-ide tentang cara operasi hubungan kekuasaan (power relation) dalam budaya dan masyarakat.


  • Berbagai kepercayaan dan nilai dominan yang diterima begitu saja (taken for granted).


Bentuk

  • Cara media membentuk media-media seperti film atau koran.


  • Cara media mengkonstruk kualitas seperti "realisme", "kegaiban", "tragedi", dll.


Narasi

  • Aspek bentuk yang berkaitan dengan konstruksi cerita dan drama.


  • Dapat diperdebatkan bahwa artikel berita mengisahkan cerita seperti didalam novel.


Genre

  • Fakta bahwa sebagian besar produk media terbagi dalam berbagai kategori atau tipe.


Representasi

  • Representasi media terhadap berbagai kelompok sosial, yang dikategorikan dengan banyak cara - antara lain, gender, etnisitas, umur, dan kelas sosial.


  • Tidak hanya mencakup tipe-tipe spesifik (wanita-wanita tua, tapi juga tipe-tipe kolektif kaum berusia lanjut), dan mungkin institusi / kondisi (usia lanjut, rumah orang berusia lanjut)


  • Semua ini dapat direpresentasikan, sering kali secara berulang, dan dapat mengkomunikasikan makna-makna yang dominan.


Audiens

  • Kelompok orang yang mengkonsumsi produk-produk media.


  • Dikatakan dengan berbagai pengelompokan sosial - misalnya, para wanita untuk fiksi romantis, dan pria muda untuk permainan komputer.


Institusi

  • Organisasi-organisasi yang menjalankan dan mengontrol media.


  • Mencakup institusi jasa seperti kantor berita Reuters yang mensuplai materi untuk berbagai layanan berita dunia.


Seperti pada materi diatas tanpa harus saya jelaskan lagi saya dalam kelompok langsung menerapkannya dengan menganalisis salah satu media masa yaitu majalah wanita "go girl"



     Majalah ini merupakan majalah untuk wanita muda dengan kisaran umur belasan hingga duapuluhan dengan pangsa pasar yaitu remaja maupun wanita muda, hal ini bisa terlihat dari konten yang ada didalam majalah ini yang banyak mengulas tentang fashion dan berbagai hal yang dekat dengan dunia remaja putri maupun wanita muda. Walaupun isi dari majalah ini kebanyakan menggunakan model dari luar(cenderung western) namun majalah ini tetap booming di Indonesia karena sudah mulainya era globalisasi dinegri kita ini, sehingga banyak remaja putri yang menjadikan model-model dimajalah ini sebagai suatu acuan atau standart dalam berbusana.

     Dimajalah ini memang penuh dengan model-model wanita dengan tubuh proporsional, namun hal ini bukan masalah besar menurut saya bagi pihak penerbit, karena melihat dari sisi psikologis wanita yang selalu ingin terlihat cantik tidak akan membatasi pasar hanya pada kalangan remaja putri yang memiliki tubuh indah. So, itu tidak akan menjadi suatu ketidakadilan maupun pembatasan pangsa pasar.

     Yang kedua merupakan harga dari majalah tersebut yang bisa dikatakan relatif mahal menurut bu dosen, hal seperti menurut saya memang dimaksudkan pihak penerbit untuk memilah-milah audiens karena tidak bisa kita pungkiri konten komersial didalam majalah memiliki range harga yang cukup tinggi sehingga menjadikannya untuk kalangan menengah keatas. So, itu bukan sesuatu yang bersifat tidak adil karena memang tujuan utama dari majalah ini adalah kalangan tertentu saja.

     Menanggapi dari statement kelompok lain yang mengungkapkan bahwa majalah ini bisa dikonsumsi oleh pria, tentu saya kurang setuju. Karena sebanyak apapun konten diluar dunia wanita yang ada didalam majalah itu tidak akan membuat pria membeli majalah tersebut karena memang diperuntukan untuk kaum wanita. Menurut saya konten-konten seperti itu bukanlah untuk menambah audiens atau pangsa pasar untuk kaum pria dan merupakan hal yang sia-sia yang dilakukan oleh pihak penerbit jika memang tujuannya seperti itu. Menurut saya itu hanya sebuah intermezzo untuk memberikan kesegaran bagi target audiensnya yaitu kaum wanita.

Rabu, 30 Oktober 2013

The Forth Meeting

Pada pertemuan kali ini membahas mengenaai budaya, namun dalam konteks yang lebih spesifik yaitu "kebudayaan (para) Konsumen"

WE ARE WHAT WE BUY

Modal Budaya
Pierre Bourdieu, The Forms of Capital (1986)

Teori mengenai modal budaya ini menyatakan bahwa tidak beda dengan modal ekonomi, modal budaya juga menjadi memproduksi perbedaan sosial.

  • Modal ekonomi, merupakan modal yang terhitung dalam bentuk uang.
  • Modal sosial merupakan modal yang terbentuk dari bagaimana hubungan seseorang dengan lingkungannya baik keluarga, maupun masyarakat.
  • Modal simbolik merupakan modal dari pribadi masing-masing perorangan seperti wibawa dan karisma.

Kuasa dan Hegemoni

Ada satu buah gagasan dari Teori Marxisme yakni

kekuasaan berasal dari daya produksi :
kemampuan sebuah kelompok masyarakat tertentu 
untuk memproduksi barang atau jasa tertentu

Sistem dominasi dan represi

Perebutan kekuasaan

Hegemoni - Antonio Gramsci
kemampuan kelas-kelas dominan untuk menguasai praktik sosial dan budaya dengan tujuan mempertahankan kekuasaan mereka untuk mempertahankan ekonomi, politik, dan kultural dalam suatu kehidupan bernegara.

Manufacturing consent
media menjadi alat kepentingan politik, ekonomi dan kultural kalangan eksklusif


Subjenis modal budaya :

Embodied : yang didapatkan secara sadar maupun diwarisi secara pasif. contoh ; tradisi
Objectified : benda-benda fisik yang dimiliki. contoh ; buku, artefak, karya seni, dll.
Institutionalized : yang didapatkan melalui pengakuan institusi. contoh ; kualifikasi akademik.


Rabu, 25 September 2013

KONSUMEN

#1 contoh issue



Coldplay ($17.3m)
Coldplay adalah grup musik rock alternatif yang dibentuk di London, Britania Raya, pada tahun 1996. Grup musik ini terdiri dari Chris Martin sebagai vokalis utama, Jonny Buckland sebagai gitaris utama, Guy Berryman sebagai bassis, dan Will Champion sebagai drummer. Coldplay telah merilis 4 album sepanjang kariernya, dimulai dari album debut Parachutes (2000), kemudian A Rush of Blood to the Head {2002), X&Y (2005), dan albumViva la Vida or Death and All His Friends (2008) dan terakhir adalah sebuah album konser berjudul LeftRightLeftRightLeft (2009). Secara keseluruhan, Coldplay telah meraih kesuksesan melalui 4 album ini dengan total penjualan mencapai 33,9 juta album.[1] Beberapa singelnya telah menjadi hit seperti "Yellow", "Clocks" (pemenang Record of the Year pada Grammy Award 2004), "The Scientist", "Speed of Sound", "Fix You", dan "Viva la Vida". Mereka mendapat tanggapan baik dari media di album Viva La Vida Or Death and All His Friends setelah di album X&Y mendapat kritik yang buruk di media.

Mereka mendapatkan nominal sebesar itu tentu karena media yang mendukung, seperti penjualan CD, Album, pernak-pernik, konser, dll. Hal ini membuktikan konsep dari teori nomer 4 yaitu media sebagai bisnis komersial. 


#2 contoh issue




Coca-Cola Co, produsen minuman multinasional mereguk kenaikan pendapatan di kuartal IV 2012 sebesar 4% menjadi US$ 11,46 miliar setara Rp 110,5 triliun.Meski begitu, perolehan pendapatan ini masih di bawah target sebesar US$ 11,53 miliar atau Rp 111,2 triliun.
Tentu sudah kita ketahui bahwa coca-cola merupakan produk yang mendunia. Dengan pendapatan seperti itu tentu tidak heran jika perusahaan ini menggunakan banyak media untuk tujuan komersil. Bahkan tidak hanya media promosi, perusahaan ini juga melakukan banyak charity untuk menarik konsumennya. Hal ini bisa kita lihat dari media promosinya yang sangat kreatif dan menarik, tentu ongkosnyapun tidak sedikit, namun dari media-media itulah perusahaan ini bisa memperluas jangkauanya hingga seluruh dunia.